Etika
berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu “Ethikos” yang berati timbul dari
kebiasaan, adalah cabang utama dari filsafat yang mempelajari nilai atau
kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika
mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk dan
tanggung jawab.
Berikut ini merupakan dua sifat etika, yaitu :
·
Non-empiris Filsafat
digolongkan sebagai ilmu non empiris. Ilmu empiris adalah ilmu yang didasarkan
pada fakta atau yang kongkret. Namun filsafat tidaklah demikian, filsafat
berusaha melampaui yang kongkret dengan seolah-olah menanyakan apa di balik
gejala-gejala kongkret. Demikian pula dengan etika. Etika tidak hanya berhenti
pada apa yang kongkret yang secara faktual dilakukan, tetapi bertanya tentang
apa yang seharusnya dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
·
Praktis
Cabang-cabang filsafat berbicara mengenai sesuatu “yang ada”. Misalnya filsafat
hukum mempelajari apa itu hukum. Akan tetapi etika tidak terbatas pada itu,
melainkan bertanya tentang “apa yang harus dilakukan”. Dengan demikian etika
sebagai cabang filsafat bersifat praktis karena langsung berhubungan dengan apa
yang boleh dan tidak boleh dilakukan manusia. Tetapi ingat bahwa etika bukan
praktis dalam arti menyajikan resep-resep siap pakai. Etika tidak bersifat
teknis melainkan reflektif. Maksudnya etika hanya menganalisis tema-tema pokok
seperti hati nurani, kebebasan, hak dan kewajiban, dan sebagainya, sambil
melihat teori-teori etika masa lalu untuk menyelidiki kekuatan dan
kelemahannya. Diharapakan kita mampu menyusun sendiri argumentasi yang tahan
uji.
Dalam
ilmu ekonomi, bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa
kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Secara historis
kata bisnis dari bahasa Inggris business, dari kata dasar busy yang berarti
“sibuk” dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian,
sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan.
Etika
bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah.
Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam
kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis (Velasquez, 2005).
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan, antara lain:
1.
Pengendalian
diri
2.
Pengembangan
tanggung jawab social (social responsibility)
3.
Mempertahankan
jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan
informasi dan teknologi
4.
Menciptakan
persaingan yang sehat
5.
Menerapkan
konsep “pembangunan berkelanjutan”
6.
Menghindari
sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi)
7.
Mampu menyatakan
yang benar itu benar
8.
Menumbuhkan
sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha ke
bawah
9.
Konsekuen dan
konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki
terhadap apa yang telah disepakati
11. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan
dalam suatu hokum positif yang berupa peraturan perundang-undangan
Ada 3 jenis masalah yang dihadapi dalam Etika yaitu
1.
Sistematik
Masalah-masalah
sistematik dalam etika bisnis pertanyaan-pertanyaan etis yang muncul mengenai
sistem ekonomi, politik, hukum, dan sistem sosial lainnya dimana bisnis
beroperasi.
2.
Korporasi
Permasalahan
korporasi dalam perusahaan bisnis adalah pertanyaan-pertanyaan yang dalam
perusahaan-perusahaan tertentu. Permasalahan ini mencakup pertanyaan tentang
moralitas aktivitas, kebijakan, praktik dan struktur organisasional perusahaan
individual sebagai keseluruhan.
3.
Individu
Permasalahan
individual dalam etika bisnis adalah pertanyaan yang muncul seputar individu
tertentu dalam perusahaan. Masalah ini termasuk pertanyaan tentang moralitas
keputusan, tindakan dan karakter individual.
Prinsip-Prinsip Pelaku Bisnis
Dalam etika bisnis
berlaku prinsip-prinsip yang seharusnya dipatuhi oleh para pelaku bisnis.
Prinsip dimaksud adalah :
1.
Prinsip Otonomi,
yaitu kemampuan mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadaran tentang
apa yang baik untuk dilakukan dan bertanggung jawab secara moral atas keputusan
yang diambil.
2.
Prinsip
Kejujuran, bisnis tidak akan bertahan lama apabila tidak berlandaskan kejujuran
karena kejujuran merupakan kunci keberhasilan suatu bisnis (missal, kejujuran
dalam pelaksanaan kontrak, kejujuran terhadap konsumen, kejujuran dalam
hubungan kerja dan lain-lain).
3.
Prinsip
Keadilan, bahwa tiap orang dalam berbisnis harus mendapat perlakuan yang sesuai
dengan haknya masing-masing, artinya tidak ada yang boleh dirugikan haknya.
4.
Prinsip Saling
Mengutungkan, agar semua pihak berusaha untuk saling menguntungkan, demikian
pula untuk berbisnis yang kompetitif.
5.
Prinsip
Integritas Moral, prinsip ini merupakan dasar dalam berbisnis dimana para
pelaku bisnis dalam menjalankan usaha bisnis mereka harus menjaga nama baik
perusahaan agar tetap dipercaya dan merupakan perusahaan terbaik.
Penerapan
etika bisnis sangat penting terutama dalam menghadapi era pasar bebas dimana
perusahaan-perusahaan harus dapat bersaing berhadapan dengan kekuatan
perusahaan asing. Perusahaan asing ini biasanya memiliki kekuatan yang lebih
terutama mengenai bidang SDM, Manajemen, Modal dan Teknologi.
Ada
mitos bahwa bisnis dan moral tidak ada hubungan. Bisnis tidak dapat dinilai
dengan nilai etika karena kegiatan pelaku bisnis, adalah melakukan sebaik
mungkin kegiatan untuk memperoleh keuntungan. Sehingga yang menjadi pusat
pemikiran mereka adalah bagaimana memproduksi, memasarkan atau membeli barang
dengan memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Perilaku bisnis sebagai suatu
bentuk persaingan akan berusaha dengan berbagai bentuk cara dan pemanfaatan
peluang untuk memperoleh keuntungan.
Apa
yang diungkapkan diatas adalah tidak benar karena dalam bisnis yang
dipertaruhkan bukan hanya uang dan barang saja melainkan juga diri dan nama
baik perusahaan serta nasib masyarakat sebagai konsumen. Perilaku bisnis
berdasarkan etika perlu diterapkan meskipun tidak menjamin berjalan sesuai
dengan apa yang diharapkan, akan tetapi setidaknya akan menjadi rambu-rambu
pengaman apabila terjadi pelanggaran etika yang menyebabkan timbulnya kerugian
bagi pihak lain.
Masalah pelanggaran
etika sering muncul antara lain seperti, dalam hal
mendapatkan
ide usaha, memperoleh modal, melaksanakan proses produksi, pemasaran produk,
pembayaran pajak, pembagian keuntungan, penetapan mutu, penentuan harga, pembajakan tenaga
professional, blow-up proposal proyek, penguasaan pangsa pasar dalam satu
tangan, persengkokolan, mengumumkan propektis yang tidak benar, penekanan upah
buruh dibawah standar, insider traiding dan sebagainya. Ketidaketisan perilaku
berbisnis dapat dilihat hasilnya, apabila merusak atau merugikan pihak lain.
Biasanya factor keuntungan merupakan hal yang mendorong terjadinya perilaku
tidak etis dalam berbisnis.
Suatu
perusahaan akan berhasil bukan hanya berlandaskan moral dan manajemen yang baik
saja, tetapi juga harus memiliki etika bisnis yang baik. Perusahaan harus mampu
melayani kepentingan berbagai pihak yang terkait. Ia harus dapat mempertahankan
mutu serta dapat memenuhi permintaan pasar yang sesuai dengan apa yang dianggap
baik dan diterima masyarakat. Dalam proses bebas dimana terdapat barang dan jasa
yang ditawarkan secara kompetitif akan banyak pilihan bagi konsumen, sehingga
apabila perusahaan kurang berhati-hati akan kehilangan konsumennya.
Perilaku
tidak etis dalam kegiatan bisnis sering juga terjadi karena peluang-peluang
yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang kemudian disahkan dan
disalah gunakan dalam penerapannya dan kemudian dipakai sebagai dasar untuk
melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar etika bisnis.
Kasus
Badan
Pengawas Periklanan Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) sedikitnya
telah menegur 56 perusahaan iklan atas pelanggaran etika selama dua tahun
terakhir ini. Pelanggaran ini berupa penampilan iklan yang superlative, yaitu
memunculkan produk sebagai yang terbaik atau termurah. Iklan superlative ini
acapkali dibumbui kecenderungan menjatuhkan pesaing di pasaran. “Jika semua
bilang baik, termurah, ini akan membingungkan masyarakat dan pelanggan,” ujar
Ketua Badan Pengawas PPPI, FX Ridwan Handoyo kepada wartawan, belum lama ini.
Dia
mencontohkan iklan pada industri telekomunikasi. Setiap operator telekomunikasi
mengaku menawarkan tariff termurah. Bahkan ada iklan yang menyebutkan bahwa
produk paling murah meriah. Juga ada iklan produk kesehatan atau kosmetik yang
menyebutkan paling efektif. “Tapi semua iklan superlative itu tidak didukung
oleh bukti yang kuat. Jadi bisa merugikan masyarakat dan pelanggannya,”
tuturnya kemudian.
Surat
teguran dilayangkan setelah Badan Pengawas PPPI menemukan dugaan pelanggaran
berdasarkan pengaduan masyarakat atau hasil pantauan, Kepada perusahaan periklanan
anggota PPPI, Badan pengawas PPPI melakukan peneguran sekaligus meminta
keterangan. Sedangkan kepada perusahaan non anggota, surat teguran berupa
imbauan agar menjunjung tinggi etika beriklan.
Ridwan
menyebutkan dari 149 kasus yang ditangani Badan Pengawas PPPI, tahun 2006 sebanyak 56n kasus dan 93 kasus di tahun 2007. Sebanyak 90 kasus telah
dinyatakan melakukan pelanggaran dan 44 kasus lainnya masih dalam penanganan.
Dari yang diputus melanggan etika, 39 kasus tak mendapatb respon oleh agensi. Untuk
itu BP PPPI menruskannya ke Badan Musyawarah Etika PPPI.
Jumlah
perusahaan periklanan yang melakukan pelanggaran cukup banyak itu ada
kemungkinan terjadi akibat tidak adanya sanksi yang tegas bagi pelanggar.
Diakuinya, selama ini rambu-rambu periklanan hanya diatur dalam bentuk Etika
Periklanan Indonesia. “Mungkin karena belum ada aturan hukum yang jelas,
pelanggaran tetap banyak,’ katanya.
kesimpulan
Berdasarkan uraian bahasan “Pengertian Etika Bisnis” dapat disimpulkan bahwa :
Dalam etika bisnis berlaku prinsip-prinsip yang seharusnya dipatuhi oleh para pelaku bisnis. Prinsip dimaksud adalah : Prinsip Otonomi, yaitu kemampuan mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadaran tentang apa yang baik untuk dilakukan dan bertanggung jawab secara moral atas keputusan yang diambil. Prinsip Kejujuran, bisnis tidak akan bertahan lama apabila tidak berlandaskan kejujuran karena kejujuran merupakan kunci keberhasilan suatu bisnis (missal, kejujuran dalam pelaksanaan kontrak, kejujuran terhadap konsumen, kejujuran dalam hubungan kerja dan lain-lain). Prinsip Keadilan, bahwa tiap orang dalam berbisnis harus mendapat perlakuan yang sesuai dengan haknya masing-masing, artinya tidak ada yang boleh dirugikan haknya. Prinsip Saling Mengutungkan, agar semua pihak berusaha untuk saling menguntungkan, demikian pula untuk berbisnis yang kompetitif. Prinsip Integritas Moral, prinsip ini merupakan dasar dalam berbisnis dimana para pelaku bisnis dalam menjalankan usaha bisnis mereka harus menjaga nama baik perusahaan agar tetap dipercaya dan merupakan perusahaan terbaik. Pada Dasarnya Hukum Diciptakan melalui Kekuasaan, Tetapi muatan Hukum harus mengatur keseimbangan antara kepentingan Kekuasaan dengan kepentingan Masyarakat (rakyat) yang memiliki kedaulatan. Oleh Karenanya Hukum diciptakan bukan untuk Kekuasaan (Thomas Hobbes) melainkan untuk kepentingan perkembangan masyarakat (Von Savigni).
Referensi :
Baron, (2003, 34) Etika
Bisnis. Balai pustaka Jakarta.
Kuncoro (2006)
Keunggulan kompetitif. Balai Pustaka Jakarta.
Nogareda & Ziegler,
(2006). Green Management. Balai pustaka Jakarta.
N.Nuryesrnan M, Moral
dan Etika Dalam Dunia Bisnis, Bank dan Manajemen, Mei/Juni 1996.
Munir Fuady ,(2005).
Pengantar Bisnis Hukum (Menata Bisnis Modern di Era Global)
Purba Victor, Hukum
Bisnis Dalam Kegiatan Bisnis Para Manajer, Manajemen, 1993. Dunia Bisnis, Warta
Ekonomi, No. 29, Desember 1994.
Watu Yohanes Vianey.
(2010). Etika Bisnis.Program Magister Manajemen UNIKA Kupang.
http://www.pusatmakalah.com/2014/12/makalah-etika-bisnis.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar