Sabtu, 26 Oktober 2013

Review Jurnal


Reviem Jurnal
STRATEGI KOPERASI DALAM MENGHADAPI
IKLIM USAHA YANG KURANG KONDUSIF
Slamet Subandi
Kasubid perencanaan dan penelitipada deputi bidang pengkajian sumberdaya UKMK
INFOKOP VOLUME 16 - SEPTEMBER 2008 : 102-125

Abstrak
Permasalahan eksternal yang paling mendasar yang dihadapi oleh koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat adalah masalah iklim usaha. Belum membaiknya iklim usaha dilingkungan koperasi antara lain diindikasikan dari kesulitan koperasi untuk mengembangkan permodalan, teknologi produksi, pemasaran, dan informasi. Kesulitan tersebut berpangkal dari adanya berbagai kondisi baik yang terbentuk secara alami sebagai derivasi dari system perekonomian yang dilaksanakan, maupun yang timbul dari berbagai peraturan perundang-undangan. Oleh karenanya dukungan iklim usaha yang kondusif bagi terbukanya peluang untuk berbisnis dan mengembangkan bisnis sangat diperlukan bagi mereka. Sementara itu dewasa ini banyak pihak-pihak yang secara oratoris menyatakan kepedulian, keberpihakan dan komitmennya yang kuat pada ekonomi rakyat tetapi pada kenyataannya dari sisi kebijakan operasionalnya, masih banyak pula peraturan perundangan baik di tingkat pusat maupun di tingkat propinsi, kabupaten dan kota yang justru menjadi penghalang bagi ekonom rakyat untuk dapat maju dan berkembang. Strategi, Koperasi, Iklim Usaha, Perundangan, Ekonomi Rakyat.

I. Pendahuluan
Koperasi sudah dikenal sejak masa kolonial sebagai lembaga ekonomi rakyat yang berseberangan dengan sistem ekonomi kapitalis/kolonialis yang pada waktu itu mendominasi perekonomian negeri terjajah. Peran koperasi dalam era kolonial hanya sebatas memberikan bantuan kepada para anggotanya terutama pegawai rendahan, para pedagang dan petani miskin. Eksistensi koperasi dibatasi oleh berbagai peraturan yang tidak berpihak kepada rakyat di negeri jajahan. Perjalanan panjang perjuangan memajukan koperasi adalah sejalan dengan perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan. Dalam era kemerdekaan yang bernuansa demokrasi diharapkan koperasi dapat tumbuh berkembang sejajar dengan usaha besar. Harapan tersebut ternyata tidak dapat terwujud dengan baik. Irama pembangunan koperasi diawal kemerdekaan ternyata juga diwarnai oleh ketidakmapanan sistem politik. Koperasi baru memperlihatkan eksistensinya pada era orde baru, tetapi pada waktu itu konsepsi pembinaan lebih diarahkan pada upaya menjadikan koperasi sebagai kepanjangan tangan pemerintah dalam mendukung program-program sektoral terutama di pedesaan, sehingga kemandirian koperasi tidak berkembang dengan baik. Dalam era reformasi sekarang ini eksistensi koperasi ternyata semakin pudar. Pada satu sisi koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat, dan merupakan salah satu pilar ekonomi, selayaknya perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah. Pada sisi lain, salah satu upaya pemerintah dalam mengurangi pengangguran dan mengentaskan kemiskinan dilakukan melalui program-program pemberdayaan ekonomi rakyat. Dengan demikian, melalui pemberdayaan koperasi diharapkan akan mendukung upaya pemerintah tersebut. Pemerintah dalam hal ini dituntut untuk dapat menghasilkan program dan kebijakan yang dapat mendukung pemberdayaan koperasi.
Grafik dibawah ini memperlihatkan bahwa selama sepuluh tahun reformasi jumlah koperasi yang aktif secara nasional meningkat. Namun apabila dicermati kenaikan tidak pada semua Kabupaten/Kota, bahkan ada kenderungan semakin menurun, demikian juga jumlah anggota koperasi, jumlah modal koperasi, jumlah volume usaha koperasi, dan jumlah Sisa Hasil Usaha koperasi pada
harga tetap semakin menurun.




Kelembagaan koperasi periode 2005-2006 mengalami perkembangan secara signifikan dengan laju perkembangan sebanyak 6.363 unit atau 4,71 %. Terdapat 4 (empat) Propinsi dengan peningkatan jumlah koperasi terbesar (diatas 15 %) periode 2005-2006.
Kepulauan Riau sebesar 27,57 %, Maluku sebesar 18,07 %, Gorontalo sebesar 16,82 %, dan Kalimantan Timur sebesar 15,48 %. Sedangkan Propinsi yang mengalami penurunan jumlah koperasi adalah Papua Barat sebesar 12,18 %.
Perkembangan jumlah koperasi aktif untuk periode yang sama secara nasional, tercatat mengalami peningkatan sebanyak 4.126 unit atau 4,35 %. Ada 5 (lima) Propinsi dengan peningkatan jumlah koperasi aktif terbesar (di atas 15%) adalah, Kepulauan Riau sebesar 41,11 %, DKI Jakarta sebesar 20,27 %, Sulawesi Tengah sebesar 19,40 %, Maluku Utara sebesar 17,11 %, dan Kalimantan Tengah sebesar 15,86 %.
Propinsi dengan penurunan jumlah koperasi aktif secara berturut-turut adalah, Papua Barat sebesar 12,98 %, Banten sebesar 10,63 %, Kalimantan Timur sebesar 7,18 %, Lampung sebesar 3,31 %, Sulawesi Utara sebesar 1,75%, Jambi sebesar 0,49 %, dan Riau sebesar 0,11 %.







Grafik 5. Jumlah Koperasi Tidak Aktif Tahun 2005-2006 (dalam unit)

Sedangkan perkembangan jumlah koperasi tidak aktif secara nasional tercatat sebanyak 2.237 unit atau 5,57 %. Propinsi dengan peningkatan jumlah koperasi tidak aktif terbesar (di atas 50 %) adalah Kalimantan Timur sebesar 254,31 %, Maluku sebesar 52,63 %, dan Gorontalo sebesar 52,41 %. Propinsi yang mengalami penurunan jumlah koperasi tidak aktif adalah, DKI Jakarta sebesar 19,36 %, Jawa Timur sebesar 16,31 %, Papua Barat sebesar 11,43 %, Kalimantan Tengah sebesar 9,52 %, dan Nusa Tenggara Barat sebesar 4,63%.9,52 %, dan Nusa Tenggara Barat sebesar 4,63 %.

Perkembangan jumlah anggota koperasi periode 2005-2006 mengalami peningkatan sebanyak 489.349 orang atau 1,79 %. Propinsi Riau memberikan kontribusi terbesar dalam peningkatan jumlah anggota koperasi aktif, yaitu mencapai 107,58 %. Sedangkan Propinsi lainnya, perkembangan jumlah anggota cukup berfluktuatif. Propinsi dengan peningkatan jumlah anggota terbesar (di atas 12 %) adalah, Kalimantan Tengah sebesar 20,83 %, Jawa Barat sebesar 15,72 %, Jambi sebesar 14,84 %, Banten sebesar 13,10 %, dan Bangka Belitung sebesar 12,70 %.

Sedangkan Propinsi yang mengalami penurunan jumlah anggota terbesar adalah Maluku sebesar 48,28 %, DKI Jakarta sebesar 37,76 %, Riau sebesar 7,01 %, Papua Barat sebesar 6,70 %, Sulawesi Tenggara sebesar 4,26 %, Bengkulu sebesar 4,12 %, Jawa Timur sebesar 4,02 %, Papua sebesar 3,78 %, Sulawesi Utara sebesar 0,44 %, dan Kalimantan Selatan sebesar 0,41 %.
Hal menarik yang menjadi catatan dalam menganalisis perkembangan jumlah koperasi, koperasi aktif, koperasi tidak aktif dan perkembangan jumlah anggota adalah Propinsi dengan pertumbuhan jumlah koperasi aktif terbesar tidak selalu diikuti menjadi Propinsi dengan pertumbuhan jumlah anggota koperasi aktif terbesar. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa peningkatan jumlah koperasi aktif juga dibarengi dengan peningkatan jumlah kopersi tidak aktif. Hal tersebut pertumbuhan anggota koperasi dimungkinkan karena sebagian besar disumbang oleh tumbuhnya koperasi baru, bukan dari berkembangnya koperasi tidak aktif menjadi aktif.

Disisi lain, dengan adanya otonomi daerah yang berdampak terjadinya pemekaran daerah Kabupaten/Kota, hal ini berdampak juga pada terkendalanya laporan perkembangan koperasi dari daerah mengingat percepatan pembentukan badan/instansi yang membidangi koperasi di daerah tidak berjalan dengan baik. Kabupaten/kota hasil pemekaran biasanya akan mengalami masa transisi pemerintahan, yang kemudian akan berdampak kepada pembinaan lembaga dan penyampaian laporan kinerja koperasi ke Propinsi, sehingga perlu dilakukan kajian lebih lanjut. 45,508 46,057 Tahun 2005 Tahun 2006.


Nama : Ulfah Maghfirotun Khasanah
NPM  : 27212517
Kelas  : 2EB09

Tidak ada komentar:

Posting Komentar